• Skip to primary navigation
  • Skip to content

ROSID

Blog Inspiratif

  • Beranda
  • Blog
  • Arsip
  • Disklaimer

Inilah Bocoran Jawaban Ujian Nasional Itu !

23 April 2012 by Rosid

ujian nasional 2012
ilustrasi gambar dari volarefm.com

Sebagian besar dari Anda mungkin masuk kesini karena terlempar dari google dengan kata kunci “bocoran ujian nasional”. Kalau iya, berterimakasihlah kepada google, karena Anda sudah tiba di tempat yang tepat untuk mendapatkan apa yang Anda harapkan.

Apapun jenis soal yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk Ujian Nasional (UN), bocoran berikut merupakan jawaban yang paten buat Anda semua, ini dia bocorannya.

Adakah Yang Sukses Secara Instan ? 

Apa yang ingin Anda raih dari UN ?, kelulusan ?. Adalah bodoh seandainya mengharapkan kelulusan di UN tanpa pernah mau berproses. Jangan pernah berpikiran “ah nanti juga dibantu !”, keyakinan seperti itu adalah budaya sampah yang tidak akan memberikan efek positif sedikitpun.

Tidak ada ceritanya kesuksesan diraih dengan instan. Anda jangan beranggapan kalau sukses itu bagian-bagian dari jangka pendek, tapi sukses adalah proses yang menjadi bagian dari tujuan jangka panjang, hingga akhirat. 

Sudah saatnya antar pendidik berhenti saling “membunuh”. Maksudnya begini ; Selama tiga tahun (atau lebih) guru agama mendidik tentang kebaikan, keimanan, dan ketakwaan. Belum lagi ditambah dengan guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang mengajarkan tentang etika, keujujuran, dan budi pekerti. Bayangkan, dalam tiga tahun tersebut Guru Agama dan PKn bekerja keras penuh harap supaya anak didiknya menjadi manusia-manusia yang baik dan jujur, namun pada akhirnya dalam seketika diruntuhkan oleh guru juga, yaitu guru yang menjadi bagian dari kecurangan pada UN.

Belajarlah Dari Sejarah

Lebih dari 5 tahun sistem UN dilaksanakan, tapi niat baik itu tidak kunjung menampakan hasil yang baik. Hujatan dan cacian justru terlontar setiap tahunnya, belum lagi dibarengi dengan kelakuan orang-orang yang “memancing di air yang keruh” (semisal memanfaatkannya sebagai peluang bisnis jual beli soal / bocoran, terlepas dari asli atau memang menipu). 

Satu hal yang tidak pernah ditanamkan pada anak didik kita adalah supaya mereka belajar dari sejarah kakak kelas mereka terdauhulu saat UN. Kalau perlu sampaikanlah kepada mereka betapa dulu kakak kelas mereka seperti hampir setres (atau bahkan setres) saat menjelang ujian, karena sebelumnya tidak belajar bersungguh-sungguh. Hanya beberapa orang saja yang begitu siap saat menghadapi ujian, yaitu mereka-mereka yang memang giat belajar.

Cerminan pahitnya perjalanan sang kakak tidak kunjung sampai, yang sampai terlebih dulu justru cerminan sejarah “kalau nanti juga bakal ada bocoran, sama seperti kakak kelasmu dulu”. Apa yang terjadi ?, “santai aja bleeeeh…. ngapain pusing-pusing belajar, nanti juga lulus ko”, suara iblis laknatullah menguasai generasi kita. 

Nikmatilah Proses Seperti Makan

Lapar Ilmu
Lapar Ilmu (sumber gambar pra edit : yawmiyatmoughtareb.wordpress.com)

Proses itu memang pahit, paling tidak bagi yang merasakannya. Saat masih duduk di bangku SMA kepengen buru-buru lulus, biar bisa kerja, hidup bebas, dan punya penghasilan, asyik bayangannya. Tapi, nyatanya tidak sedikit dari yang sudah lulus SMA sering mengkhayal ingin kembali ke masa SMA. Dari situ kita bisa menarik kesimpulan kalau waktu tidak pernah kembali, waktu adalah proses yang terus berjalan, dan salah satu cara terbaik untuk menapaki jalan tersebut adalah dengan menikmatinya. 

Nikmatilah proses belajarmu seperti layaknya kita makan. Jadikan belajar sebagai sebuah kebutuhan, yang kalau sehari saja kita tidak menyantapnya lapar dan dahaga rasanya. Kalau dicermati, lezatnya ilmu justru melebihi lezatnya makanan. Selezat-lezatnya makanan tidak akan memancing selera sedikitpun kalau perut kita dalam keadaan kenyang. Tapi ilmu, semakin dia dinikmati maka akan semakin membuat kita lapar.

Dalam menikmati proses belajar, pilihannya hanya dua : “Iya” atau “Tidak”. Masing-masing pilihan punya konsekuensi, jika “Iya” hasil positif yang akan diperoleh, jika “Tidak” maka jangan pernah membayangkan keberhasilan, karena Anda sudah menyerah ditengah jalan.

Jangan Buat Noda Sejarah Dalam Hidup

Menodai sejarah hidup itu adalah seperti berbuat curang dalam Ujian Nasional. Sepanjang sejarah hidup akan tercatat kalau hasil yang dicapai berbau kecurangan. Celakanya, tidak ada pengulangan untuk menghapus catatan hitam itu. Kalau caranya curang, ijazah yang diperolehpun hasil curang. Apa bangganya nilai besar tapi hasil curang ? 

Kemudian diterima di sekolah tingkatan selanjutnya / perguruan tinggi / tempat pekerjaan karena faktor nilai di ijazahnya tinggi (padahal hasil curang), berarti kelulusan/diterima di sekolah selanjutnya/perguruan tinggi/pekerjaan tersebut juga berawal dari hasil curang, sedangkan “tidak ada keberkahan dari hasil kecurangan”. 

Percayalah, nilai sebesar apapun tidak akan memberikan hasil yang positif tanpa disertai dengan kemampuan kita. Tidak ada orang besar di dunia ini yang diakui kebesarannya karena nilai-nilai dalam ijazahnya tinggi, total dari mereka diakui berdasarkan karya-karyanya dan perbuatannya yang luar biasa, dan untuk itu mereka tidak akan mampu melakukannya tanpa ilmu pengetahuan.

Kita Dekat DIA Dekat, Kita Jauh DIA Menunggu Kita Mendekat

“Tidak ada sesuatu yang kebetulan dalam hidup !”, kalau manusia yang percaya akan adanya Allah tentu saja akan sepakat dengan itilah tersebut. Lalu apakah hasil Ujian Nasional kita tanpa campur tangan-Nya ?, tentu saja tidak. Kuasa Illahi tetap tidak bisa dikesampingkan. 

Lulus dan tidak lulus kadang tidak ada bedanya. Dengan catatan :

  • Kita telah berusaha semaksimal mungkin secara lahir dan bathin supaya lulus ujian

  • Kita berpegang teguh kepada Allah SWT, bahwa apapun hasilnya setelah kita berjuang maksimal, Allah pasti punya rencana yang terbaik buat kita.

Percayakah Anda kalau yang tidak lulus UN bisa lebih sukses dari yang lulus ?. Saya pribadi percaya, dan 1 tahun yang lalu saya telah menuangkannya DISINI. Disitu saya ceritakan bagaimana teman SMA saya yang dengan idelaisme kuatnya tidak mau pakai bocoran saat UN, kemudian ia tidak lulus. Ia tidak patah semangat, terus belajar, sekolah kembali, bahkan ikut kursus. Teman saya percaya kalau Allah akan selalu bersamanya, yang terpenting diapun tidak menjauhi-Nya. Dan, Allah benar-benar punya rencana hebat, teman sayapun dihantarkan-Nya untuk menimba ilmu di Negeri Panser, Jerman.

Seberapapun hebatnya kita, tetaplah ada Yang Maha Hebat. Maka tetaplah berpegang teguh kepada Dia. Dia tahu apa yang terbaik buat kita, nikmatilah itu, niscaya akan merasakan keindahannya.

Sebagian besar dari Anda mungkin merasa kecewa, niat hati mencari bocoran tapi malah mendapatkan ocehan yang tidak bermutu. Tidak apalah, saya rela Anda caci maki dan dihujani sumpah serapah karena postingan ini. Tapi, saya hanya ingin mengingatkan juga ; “Hati-hati, kadang-kadang doa yang tidak baik sering berbalik pada diri sendiri, apalagi tidak disertai dengan alasan yang benar”. Demikian “bocoran“ ini  , semoga bisa menjadi jawaban yang tepat buat Anda semua. Yakinlah, kita semua akan lebih baik dengan dimulai menjadi lebih baik dari diri sendiri. 

*Special Thanks buat Google yang sudah menyesatkan banyak orang ke postingan ini. 🙂

Filed Under: Pendidikan

Saat Guru dan Murid Harus Saling Memahami

9 Januari 2012 by Rosid

Assalamu’alaikum sobat, alhamdulillah ya, Allah masih memberi kesempatan buat saya menulis lagi disini, dan juga buat sobat-sobat membaca tulisan ini.

Kali ini saya ingin menyampaikan satu opini sekaligus pengalaman singkat, pengalaman  yang saya mohon jangan dianggap itu sebagai curhat colongan (curcol), ambil positifnya saja ya.

Guru dan Murid (ilustrasi : thebestrendezvous.com)
Guru dan Murid (ilustrasi : thebestrendezvous.com)

Ada satu kecenderungan yang menurut saya cukup memprihatinkan di dunia pendidikan kita, yaitu saat terjadinya hubungan yang disahrmonis antara guru dan murid. Mungkin ini tidak terlalu banyak nampak, tapi saya yakin pasti banyak terjadi.

Kadang-kadang hubungan antara sang guru dan sang murid terkesan biasa-biasa saja, tapi ketika berada di sisi lain seorang guru mempunya catatan khusus baik tertulis di hati maupun dikertas tentang anak didiknya. Begitupun dipojokan sana sang murid tidak mau kalah, ia mempunyai catatan hati dan pikiran tersendiri  mengenai guru-guru yang bermasalah (baca: menyebalkan) menurut pikirannya, atau bahkan yang sangat menyenangkan. Mungkin itulah yang disebut dengan kesan.

 Kenapa sang guru bisa demikian ?, karena itu memang tugasnya. Kenapa sang murid bisa demikian ?, karena dia juga manusia yang masih perlu bimbingan.

Keinginan Menjadi Guru Yang Menyenangkan

 

Saat masa pembelajaran kelas dua SMA akan berakhir dan siap-siap beranjak ke kelas tiga. Salah satu guru saya pada sesi jadwal mengajar terakhirnya di tahun ajaran tersebut membagikan sebuah amplop kosong ke setiap siswa di ruangan kelas. Waktu itu saya rada bingung, bahkan seorang teman ada yang nyeletuk “yah kosong bu amplopnya, jangan-jangan mau mintain sumbangan buat perpisahan ya bu ?”.

Ibu guru tersebut tidak memberikan jawaban apapun sampai akhirnya semua siswa kebagian amplop yang beliau bagikan. Lalu, dengan intonasi halus ibu guru bilang :

“Hari ini adalah jadwal ibu terakhir mengajar di kelas ini. Selama kita saling mengajar dan belajar tentunya banyak hal yang kalau itu diceritakan bisa diambil hikmahnya. Ibu ingin kalian menuliskan catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan ibu selama mengajar kalian, inget ya… “kekurangan”. Kemudian ibu mohon tambahkan saran-sarannya. Lalu apa yang kalian tuliskan silahkan masukan kedalam amplop kosong yang ada ditangan kalian, kemudian silahkan dikumpulkan oleh ketua kelas”.

Teman di belakang saya menyahut :

“Tapi kan gak enak hati bu kalau harus menuliskan kekurangan…”

“Tidak perlu merasa gak enak hati, kalian tuliskan saja. Jangan diberi nama, karena ini tidak masuk kategori tugas”

Kemudian ibu guru meninggaklan kami diruangan kelas untuk menuliskan apa yang sudah disampaikan.

Sobat, kisah diatas merupakan sebuah kejadian nyata saya sewaktu SMA.  Dari cerita tersebut ada satu gambaran bagaimana seorang guru berusaha sebisa mungkin meng-upgrade kompetensi dirinya supaya bisa menjadi guru yang menyenangkan tapi juga berkualitas bagi anak didiknya.

Inilah tugas terberat lain bagi seorang guru, lebih berat dari menghancurkan sebuah gunung. Yaitu merubah sifat sendiri, paling tidak ketika berhadapan dengan siswa. Meskipun pepatah mengatakan “tetaplah menjadi diri sendiri”, faktanya itu tidak terlalu berlaku buat seorang guru. Terlebih lagi memang tidak semua hal yang ada pada diri kita itu baik semuanya, apalagi saat harus berhadapan dengan serbuan penilaian dari banyak kepala.

Menjadi guru yang menyenangkan tentunya bukanlah tujuan utama, melainkan sebuah tujuan untuk langkah awal supaya bisa menjadi magnet penyemangat buat belajar siswa, agar kehadirannya selalu diharapkan dan ketidakhadirannya tidak disyukuri.

Pepatah untuk seorang siswa mengatakan “sukai dulu gurunya, selanjutnya akan menyukai mata pelajarannya”. Suka yang dalam artian positif, yang menjadi jembatan transformasi ilmu dan teladan dari seorang guru kepada seorang murid.

Benih-benih Disharmonisasi Hubungi Guru dan Murid

 

Bebin-benih awal yang memicu terjadinya hubungan yang kurang baik antara seorang guru dengan muridnya tidak jarang terjadi karena masalah “menyenangkan dan tidak menyenangkan”.

Di mata seorang siswa ada klasifikasi guru yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, begitu juga di pandangan seorang guru ada murid yang menyenangkan juga tidak menyenangkan. Celakanya adalah ketika saling beranggapan “dia tidak menyenangkan !”.

Adanya sifat “menyenangkan” dan “tidak menyenangkan” kadang sebetulnya itu bukan faktor bawaan atau alamiah, akan tetapi ada faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh kepada diri seorang guru maupun siswa.

Contohnya begini, ada siswa yang sangat menyebalkan sekali, tingkahnya petitilan, tengil, dan juga sombong. Usut punya usut ternyata sifat itu tumbuh karena dia terlahir dari keluarga kaya raya namun kurang bimbingan soal moral karena kedua orang tuanya terlalu sibuk bekerja.

Kemudian contoh lainnya adalah ada seorang murid yang selalu terlihat pendiam tapi murung, respon belajarnya tidak fokus dan kurang bersemangat. Sifat ini tentu kurang  menyenangkan buat seorang guru, karena guru pasti lebih senang kepada siswa yang aktif dan memberikan respon. Ketika ditinjau lebih dekat ternyata sifat si anak tersebut dipengaruhi oleh banyak problem baik di keluarganya maupun kelabilan emosionalnya, dan ia merasa tidak ada sosok satupun yang bisa ia jadikan sebagai tempat menumpahkan keluh kesahnya, selain ada rasa malu juga takut.

Terbuka Untuk Dimengerti, Mengerti Supaya Terbuka

 

Belajar dari contoh kedua, masalah akan muncul ketika seorang guru tidak melakukan pendekatan yang halus dan persuasif untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Disinilah tantangan kembali hadir bagi seorang guru, ia dituntut untuk bisa menjadi pribadi yang bisa dipercaya oleh sang murid. Dituntut untuk bisa menjadi pendengar yang baik dan juga pemberi solusi yang tepat. Dituntut untuk membuka kebesaran jiwanya supaya bisa memahami persoalan yang sebenarnya. Intinya, dituntut untuk menjadi orang yang tepat buat jadi tempat curhat anak didiknya.

Masalah lainnya adalah ketika dipikiran si anak murid yang sedang dalam problem dan membuatnay menjadi tidak menyenangkan itu mulai muncul pikiran “hih, tidak ngerti amat sih nih orang !”. Dia ingin dimengerti oleh orang lain termasuk gurunya, sedangkan dia sendiri tidak bercerita apapun tentang persoalanya. Mungkin ia hanya sekedar berharap kalau orang sekitarnya bisa memahami kalau dia sedang punya masalah, tapi kan justru pada dasarnya kebanyakan ingin dimengerti dan dipahami sampai ke akar permasalahannya dia, kalau perlu sampai tuntas dan paling tidak bisa ditumpahkan biar ngemplong.

Disini, pesan buat seorang murid yang ingin dimengerti tentang kondisi dan persoalannya ; Jangan dipendam, karena orang tidak akan pernah mengerti seutuhnya kalau kita tidak mau mengungkapkannya. Cobalah jelaskan apa adanya, jelaskan kepada orang yang tepat, yang menurut logika kita orang tersebut bisa dipercaya dan bahkan bisa memberi solusi, mungkin salah satunya adalah guru kita.

Antara guru dan murid harus terbangun kedekatan emosional yang baik, yang tidak memberi celah adanya dusta diantara keduanya.

Sewaktu SMA saya termasuk yang banyak problem, dan itu sempat menggangu kegiatan belajar saya. Berat memang ketika kemana-kemana kita membawa persoalan dan seakan tidak ada yang bisa mengerti. Ternyata masalahnya bukan orang lain yang tidak mau mengerti, tapi sayanya sendiri yang tidak pernah memberikan penjelasan.

Pernah satu ketika ada agenda study tour ke Jogja. Dengan ongkos ratusan ribu  rupiah saat itu saya jelas tidak sanggup. Ongkos ke Jogja cukup buat makan saya satu bulan. Dari informasi yang beredar, kegiatan tersebut terkesan sangat diwajibkan, apalagi selama perjalanannya kita diharuskan membuat berbagai macam tugas akhir. Tekanan mental serasa bertambah, apalagi kalau tidak ikut berarti kita tidak bisa membuat karya tulis yang menjadi salah satu faktor nilai tambah Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN).

Untuk memaksakan ikut sepertinya sangat sulit, tapi kalau tidak ikut saya serasa tidak lulus sekolah sebelum ujian. Akhirnya, disatu kesempatan saya menemui langsung kepala sekolah dengan mengutarakan semua kondisi saya sehingga saya tidak bisa ikut kegiatan tersebut. Setelah pihak sekolah mendengar semua penjelasan saya yang apa adanya tanpa mengurangi niat kesungguhan saya, pihak sekolahpun bisa memaklumi. Namun saya tetap harus membuat karya tulis dengan konteks yang berbeda tanpa mengurangi substansi. Alhamdulillahnya semua guru mata pelajaran yang menugaskan pembuatan karya tulis sangat bisa memahami.

Jadi, mulailah terbuka agar bisa dipahami dan mengerti oleh guru dan orang-orang sekitar. Juga mulailah belajar lebih memahami agar setiap siswa mau terbuka supaya bisa membantu mendapatkan solusi terbaik.

Demikian, majulah terus pendidikan Indonesia !.

Filed Under: Pendidikan

Jangan Menyerah Pada Sebatas Ijazah

7 September 2011 by Rosid

Tidak semua orang dapat mengenyam pendidikan formal ke jenjang yang terus meninggi dengan berbagai cabang ilmu dan keahlian. Atau bahkan tidak sedikit pula yang sama sekali tidak mengenyam pendidikan. Mungkin ada yang mau bilang “kan sekolah udah gratis ?”, tapi sepertinya istilah sekolah gratis masih sebatas ilusi yang gosipnya bisa terus diangkat di setiap kampanye pemilihan umum.

Meskipun kita tidak mampu mengenyam level pendidikan formal yang tinggi, itu bukan berarti kita  harus pasrah pada kemampuan kita sebatas ijazah yang sudah kita raih. Yang namanya formal, -mohon maaf- ijazah kadang hanya sebatas formalitas antara pengakuan dan pura-pura mengakui ilmu yang kita miliki, sekali  lagi “kadang”. Dan oleh karena itulah sekaligus saya ingin menyampaikan kalau “formalitas” adalah satu istilah yang kurang nyaman ditelinga saya. Kalu sudah berbicara formalitas lekat sekali dengan kepalsuan dan asal-asalan.

Jadi, meskipun pendidikan kita rendah teruslah berusaha  memperkaya kemampuan diri kita untuk melampaui batas pengakuan sebuah ijazah terhadap level pendidikan formal yang kita lalui, biarkan dunia yang mengakui potensi dan kemampuan kita. Karena instisari pendidikan bukanlah meraih ijazah, melainkan belajar untuk meningkatkan kualitas kemampuan intelektual dan moral diri. Tidak masalah ijazah kita sebatas SMA, SMP, SD atau bahkan kita tidak punya ijazah, yang terpenting kemampuan diri kita bisa melampaui surat legalitas pendidikan tersebut.

Sejarah mencatat, kalau banyak pembesar, pejuang, pahlawan, dan pengemban pemerintahan yang terlahir di negara kita tidak mengenyam pendidikan formal yang tinggi, bahkan SD-pun tidak tamat. Sebut saja Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal dengan Buya Hamka,  H. Mohammad Said (HMS), Adam Malik, Frederich Silaban,  dan banyak tokoh yang lainnya.

Buya Hamka
Buya Hamka

Hampir semua orang mengenal atau paling tidak pernah mendengar nama Buya Hamka, tapi banyak juga yang tidak tahu kalau tokoh sekaliber Buya Hamka sebetulnya hanya mengenyam pendidikan formal hingga kelas 2 di Sekolah Dasar Maninjau. Tapi semangat dan kemampuan beliau mampu mengantarkan dirinya ( menurut saya) yang sampai saat ini tidak ada duanya di negeri kita. Bayangkan, Ulama, Ahli Politik, Sastrawan, Wartawan, Editor, Penerbit, semunya melekat pada dirinya. Tidak ada ijazah pendidikan formal yang beliau raih, tapi dunia mengakui kemampuan ilmunya dengan gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar pada tahun 1958; Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada tahun 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia. Karya-karyanyapun tidak kalah fenomenal, seperti Tafisr Qur’an Al – Azhar, dan ratusan buku-bukunya baik filsafat, agama, novel maupun cerpen.

Kemudian ada pula H. Mohammad Said atau yang sering disebut HMS. HMS merupakan seorang jurnalis, politikus, dan juga sejarawan yang handal. yang dilahirkan di Labuhan Batu – Sumatera Utara (1905). Ketidaksanggupan orang tuanya membiaya kelanjutan pendidikan tidak menyurutkan semangat belajarnya, walaupun harus menempuh cara otodidak.

Selanjutnya ada H. Adam Malik, wakil presiden Republik Indonesia ke 3. Pendidikannya hanya tamatan HIS  (SD zaman Hindia Belanda), tapi beliau mampu menjadi personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomasi dan pers. Tidak hanya menjadi wakil presiden ke 3 RI dan juga Mentri Luar Negeri di tahun 1966 – 1967 serta Ketua DPR di tahun 1977 – 1978, beliau juga memiliki prestasi yang mencengankan ketika menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke 26 di New York – Amerika Serikat. Hasil jerih payahnya di bidang media massa dapat kita saksikan sekarang, yaitu Kantor Berita Antara, yang tidak lain didirikan oleh beliau. Kemampuan diplomasinya membuat beliau dijuluki “Si Kancil Pengubah Sejarah”, karena identik dengan punya 1001 jawaban atas segala pertanyaan dan persoalan yang dihadapinya. Jawaban sederhananya paling terkenal adalah kalimat “semua bisa diatur”, sayangnya saat ini kalimat tersebut menjadi ambigu ketika dikaitkan dengan kongkalikong, korupsi, dan konspirasi.

Ada lagi Frederich Silaban. Siapa beliau ?, beliau adalah sang arsitek yang membidani pembangunan Mesjid Istiqlal. Kemampun ilmu rancang bangunnya tidak ia raih melalui pendidikan formal dengan gelar sekelas insinyur, pendidikan terakhirnya setingkat STM. Tapi, dengan kemauan belajar dan mengasah kemampuan diri membuat dia sering memenangkan sayembara perancangan arsitektur. Kemampuannya itu pula yang menjadi salah satu alasan Bung Karno mempercayainya untuk mengarsiteki pembangunan Mesjid Istiqlal, meskipun Frederich Silaban seorang kristiani.

Tokoh-tokoh diatas telah memberikan cerminan bahwa kita tidak boleh menyerah dan puas terhadap sebatas ijazah yang kita raih. Pendidikan rendah bukan berarti kita harus pasrah menjadi pribadi yang berintelektual dan bermoral rendah. Pendidikan tinggi yang kita raihpun tidak menjamin bahwa ilmu dan moral kita berada pada puncak tertinggi.

Alangkah lebih baiknya memang jika kita juga berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mengenyam ilmu di “padepokan” yang formal. Akan tetapi ketika itu semua seolah-olah mustahil, maka bukan berarti kita berhenti memperkaya pikiran dan hati. Ayo kawan, kita bersama-sama untuk terus belajar. Kita tumbuhkan banyak pertanyaan tentang bermacam hal didalam pikiran kita sehingga mendorong rasa keingintahuan kita.

:iloveindonesia

Filed Under: Pendidikan

Ketika Yang Tidak Lulus Lebih Tersenyum Dari Yang Lulus

16 Mei 2011 by Rosid

Tidak Lulus UNTiga tahun fase penempaan diri di kawah candradimuka Sekolah Menengah Atas (SMA) Sudah hampir selesai. Ujian Akhir sebagai “babak final” pengujian hasil gemblenganpun sudah dilalui. Tidak mulus-mulus amat memang prosesnya, tapi inilah Indonesia, kalau tidak dipaksakan mulus mungkin tidak akan punya budaya tambahan, meskipun budaya yang negatif.

Hari yang dinantikan-nantikan, yaitu pengumuman hasil ujianpun semakin dekat dan terus mendekat. Was-was, takut, gelisah, optimis, semuanya campur aduk didalam hati, jantung, otak, mata, mulut dan seluruh ruas-ras nadi dalam diri. Malam menjelang pengeumuman, berbagai informasi yang simpang siur ngalor ngidul tidak karuanpun silih hilir mudik ditelinga. Ingin rasanya pergi ketempat yang sepi dan berharap malaikat datang langsung mengabarkan informasi kelulusan seperti yang diharapkan.

Hari yang antara diharapkan dan tidak diharapkanpun akhirnya datang juga. Karena tidak sabar menunggu petugas pos datang ke rumah, akhirnya berebutlah mencari koran harian lokal yang didalamnya termuat pengumuman kelulusan hasil Ujian Nasional. Laris manis deh tuh koran, yang harganya 2.000 perak langsung melejit 5.000, tapi jangankan 5.000, 20.000-pun masih ada yang mau beli demi melihat sebaris namanya di halaman koran tersebut.

Senang bukan main ketika menemukan nomor peserta dan nama sendiri tercetak dihalaman tersebut, seakan-akan perjuangan 3 tahun terbayar tuntas. Perkara ujiannya tidak sehat, ah itu tidak dianggap lagi penting, yang penting lulus, titik !. Semua siswa tumpah ruah kejalanan merayakan kelulusannya, sungguh… sebuah rasa syukur yang tidak pada tempatnya. Namun, itu kadang sudah menjadi sesuatu yang maklum meskipun keliru.

Siang menjelang sore, mulai beredar kabar ada beberapa teman yang dinyatakan tidak lulus. Belum yakin sepenuhnya memang, tapi jelas itu membuat penasaran. Hingga akhirnya kepastianpun didapat setelah teman-teman itu sendiri yang menyampaikannya. Sunguh sobaaaaat…. ini adalah pukulan yang telak buat saya meskipun saya lulus, tangisanpun tidak dapat saya bendung, entah itu simpatik… solidaritas… ataupun entah apa namanya, yang jelas ketika saya melihat dua sisi yang berbeda, yaitu keceriaan mereka-mereka yang lulus dan keteguhan mereka-mereka yang tidak lulus, tampak betul kebenaran Allah yang melarang kita berlebih-lebihan.

Tidak mungkin rasanya saya harus larut bergembira, sementara disaat yang bersamaan teman-teman saya harus menghadapi

TIDAK LULUS
Ilustrasi (banjarmasin.tribunnews.com)

beban moral yang tidak ringan. Bicara soal rasa syukurpun biarlah Allah dan saya saja yang tahu. Rasa down dan menahan rasa sesak didalam dadapun nampak tak dapat disembunyikan oleh teman-teman saya. Saya yakin betul, antara percaya dan tidak percaya terus membayangi pikiran mereka, karena demikian juga yang saya rasakan. Beberapa kali saya coba periksa kembali daftar ribuan nama yang tercetak di koran, tapi memang namanya tidak ada.

Singkat cerita, beberapa waktu kemudian susasana sedikit mencair dan lebih tenang. Hal ini tidak terlepas dari sikap teman-teman saya tersebut yang sepertinya sudah mulai bisa menerima kenyataan dan memahami keadaan.

Sambil menunggu ujian paket C, dengan tegarnya salah satu teman saya mau mengulang kembali masuk kelas. Bisa kita bayangkan, sungguh itu merupakan ketegaran yang luar biasa, saya sendiri tidak yakin mampu menghadapinya. Begitu ujian paket C tiba, iapun mengikutinya dan hasil akhirnya dia dinyatakan lulus. Diapun merubah pikiran untuk tidak meneruskan mengulang proses pendidikannya. Karena ijazah sudah ditangan, ia memutuskan untuk menata rencana baru, yaitu kursus bahasa Inggris.

Sampai disini, saya tidak begitu tahu kegiatan dan hari-hari teman saya tersebut. Beberapa bulan kemudian tersiar kabar kalau dia sudah di Jerman. Walapun kabarnya belum pasti, yang pasti saya sudah sangat gembira dan bahagia. 3 Bulan kemudian dari tersiarnya kabar tersebut, dia titip salam buat saya ke guru Geografi saya waktu SMA (hayo siapa hayooo… ??? 🙂 ) karena seperkiraan dia saya masih tinggal di sekolah dan masih jualan di kantin, dia juga titip nomor handphone.

Guru sayapun bercerita, kalau dia (teman saya tersebut) sekarang dapat beasiswa di Jerman dari kedutaan Jerman. Awalnya  dia dapat pengumuman beasiswa tersebut dari tempat ia kursus, iapun memberanikan diri untuk mencobanya, dan subhanallah…. Allah memang maha adil, selalu ada hikmah dibalik setiap rencananya. Andaikan ia lulus, mungkin ia akan masuk ke jalur pendidikan lain yang belum tentu memberikan peluang untuk mendapatkan beasiswa tersebut.

Kini, saya hanya bisa berharap dimanapun teman saya tersebut berada, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Ketika saya flashback lagi ke belakang, dia yang dulu hampir putus asa kini bisa jauh lebih tersenyum dari mereka-mereka yang dulu tertawa terbahak-bahak disekitarnya. Terimakasih kawan atas atas ketegaranmu yang telah memberikan pelajaran hidup dari yang Allah titipkan.

Semoga ini dapat memberikan hikmah buat kita semuanya, khususnya buat adik-adikku yang hari ini menanti pengumuman kelulusan Ujian Nasional

Filed Under: Pendidikan

Manfaat Video Game Bagi Perkembangan Aspek Kognitif Anak

7 Mei 2011 by Rosid

ilustrasi

Istilah kognitif (kognisi) berasal dari bahasa Latin, cognoscere yang artinya mengetahui. kemampuan kognitif sangat berkaitan erat dengan kemampuan mengingat, berfikir , kreatifitas dan persepsi. Berkaitan dengan unsur-unsur aspek kognitif tersebut ternyata video game dapat memberikan manfaaat tersendiri  untuk perkembangan aspek kognitif anak. Beberapa hal efek positif yang mempengaruhi asfek kognitif anak antara lain :

  1. Jenis viedo game yang menuntut strategi penyelesaian masalah dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak.
  2. Video game dapat mempertajam kekritisan cara berpikir para pemainnya.
  3. Menuntut anak untuk lebih kreatif (selama video game tersebut tidak membuat si anak kecanduan).
  4. Anak dituntut untuk belajar mengambil keputusan yang tepat dari segala tindakan yang dilakukan.
  5. Membangun semangat kerjasama atau teamwork ketika dimainkan dengan gamer-gamer lainnya secara multiplayer.
  6. Mengembangkan kemampuan dalam membaca, matematika, dan memecahkan masalah atau tugas.
  7. Membuat anak-anak merasa nyaman dan familiar dengan teknologi, terutama anak perempuan yang jarang menggunakan teknologi sesering anak laki-laki.
  8. Melatih koordinasi antara otak, mata dan tangan, serta skil motorik.
  9. Meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak saat mereka mampu menguasai permainan.

Namun selain itu juga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam game-game yang dituntut memiliki nila edukasi tersebut. Beberapa asfek harus dipertimbangkan karena game edukasi bukan sebuah hiburan semata melainkan jalur lain penyampaian sebuah pendidikan berbasis media yang disukai anak-anak.

Beberapa hal yang harus diperhatikan tentang video game adalah :

Tujuan Game

Harus diperhatikan betul game yang akan dimainkan itu tujuan awalnya untuk apa ?, atau dengan kata lain si pembuat game harus memprhatikan tujuan awal pembuatan game tersebut dibuat. Untuk game yang edukasi misalnya, berarti game yang dibuat hendaknya disesuaikan dengan yang dipelajari oleh pengguna game.

Moral

Game edukasi adalah game yang mendidik, sebisa mungkin aspek-aspek kecil ditanamkan melalui sebuah permainan. Nilai moral yang digambarkan sebuah permainan haruslah sesuai dengan etika pendidikan yang berlaku. Tak pantas jika game untuk pendidikan berisi mengandung unsur-unsur perkelahian atau pornografi, dan kalau bisa sebisa mungkin nilai agama ditanamkan pada setiap rangkaian pembelajaran.

Game Sebagai Pelengkap

Game yang dibuat harus melengkapi materi, bukan malah mengurangi konsentransi dibidang tertentu. Misalnya ketertarikan anak terhadap permainan bisa mengurangi anak memahami teks baca, atau respon ke pendidik.

Interaktifitas Dalam Game

Kelemahan komputer sebagai mediator adalah tidak bisa diraba oleh penguna apa yang sedang dilakukan, jadi sebisa mungkin interaktifitas harus ada dalam sebuah permainan.

 

Source :

  • Ariani, Niken, S.Pd., Dani Haryanto, S.Phil. 2010. Pembelajaran Multi Media di Sekolah. Jakarta : Prestasi Pustaka
  • Id.wikipedia.org

Filed Under: Pendidikan

  • Page 1
  • Page 2
  • Next Page »

© 2019 · Rosid · Built on the WordPress